Jumat, 24 Februari 2012

Gunakan Celana Dalam Boxer untuk Cegah Gangguan Kesuburan

Celana yang terlalu ketat diketahui bisa mempengaruhi kualitas sperma yang dimiliki laki-laki. Untuk itu bagi laki-laki yang mengalami gangguan kesuburan disarankan gunakan celana dalam boxer saat tidur.

Pembentukan spermatozoa (spermatogenesis) membutuhkan suhu testis 2-4 derajat celsius lebih rendah dari suhu tubuh. Jika suhunya terlalu tinggi maka spermatozoa akan matang dan mati sebelum keluar dari testis.

dr Ponco Birowo, SpU, PhD dalam acara seminar media 'Faktor Spermatozoa Penyebab Infertilitas Pria' di Hotel Akmani, Jakarta, Rabu (22/2/2012) menuturkan testis butuh suhu tubuh 32-34 derajat celsius, kenaikan setengah derajat saja bisa berhenti produksi.

"Kalau punya gangguan sebaiknya kalau tidur pakai celana dalam boxer atau yang longgar, jangan pakai celana yang ketat karena bisa menaikkan suhu di testis," ujar dr Ponco yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Asri Urology Center.

Beberapa gaya hidup juga diketahui bisa memperburuk kualitas sperma seperti kebiasaan merokok, minum alkohol, suka berendam di air panas, sauna, memangku laptop saat bekerja serta sering memakai celana dalam yang ketat.

Pada laki-laki yang mengalami gangguan kesuburan atau infertilitas, maka gaya hidup yang kurang baik tersebut harus dihilangkan, salah satunya dengan mengganti celana dalam saat tidur dengan yang longgar.

"Buat yang belum punya keturunan sebaiknya jangan pangku laptop, tapi kalau pangku istri boleh. Kalau laptopnya bagus bisa menaikkan suhu hingga 3 derajat, tapi kalau laptopnya enggak bagus bisa naikkan 8 derajat," ungkapnya.

Pasangan suami istri sebaiknya mulai memeriksakan kesuburannya jika dalam waktu setahun setelah pernikahan tidak juga hamil atau memiliki anak meski melakukan hubungan seks secara teratur dan tidak menggunakan kontrasepsi. Tidak semua gangguan kesuburan akibat perempuan, karena sekitar 30 persen gangguan kesuburan terjadi pada laki-laki.

"Periksa laki-laki lebih gampang dan lebih enak, karena hanya tampung sperma lalu periksa laboratorium. Kalau hasilnya azoosperma bisa akibat ada sumbatan atau memang tidak produksi sperma," ujar dr Ponco.

Penyebabnya bisa karena kelainan bawaan seperti testis tidak berada di tempatnya, testis terpuntir, penggunaan hormon testosteron yang tidak tepat, riwayat pengobatan kanker, atau operasi yang dilakukan menyebabkan sumbatan.

"Riwayat penyakit infeksi juga penting diperhatikan terutama infeksi menular seksual, karena bisa menyebabkan sumbatan saluran spermatozoa sekaligus merusak pabriknya," ujar dr Ponco yang lahir di Bogor, 5 November 1972.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan hormon (FSH, LH dan testosteron) dan USG skrotum, tapi biasanya diagnosis pasti dilakukan dengan operasi atau bedah minor.

Meski begitu ada pula faktor non-spermatozoa yang bisa mempengaruhi ketidaksuburan seperti kelainan seksual (gairah rendah, disfungsi ereksi, gangguan ejakulasi atau kelainan bentuk anatomi penis sehingga tidak bisa senggama) atau akibat jarang berhubungan seks.

Terbangun dari Tidur Malam Hari Bagus untuk Kesehatan

Seringkali orang khawatir jika terbangun dari tidur di malam hari. Namun beberapa bukti menunjukkan tidur malam selama delapan jam penuh sebenarnya tidak alami. Yang alami adalah tidur setiap empat jam dan kemudian terbangun selama satu atau dua jam, kemudian tidur lagi selama empat jam.

Seorang psikiater bernama Thomas Wehr melakukan percobaan di mana sekelompok orang diminta untuk tidur 14 jam setiap hari selama satu bulan. Butuh waktu bagi para peserta agar dapat mengatur pola tidurnya. Pada minggu keempat, kesemua peserta telah dapat menyesuaikan pola tidurnya. Peserta tidur selama empat jam, kemudian bangun selama satu atau dua jam kemudian tidur lagi selama empat jam.

Tak hanya itu, ilmuwan bernama Roger Ekirch dari Virginia Tech menerbitkan makalah yang disusun dari penelitian selama 16 tahun. Ia mengungkapkan banyak bukti sejarah bahwa manusia di zaman dahulu terbiasa tidur selama dua waktu dalam semalam.

Bukunya yang berjudul 'At Day's Close: Night in Times Past' berisi lebih dari 500 referensi pola tidur dari buku harian, catatan pengadilan, catatan kesehatan dan buku sastra. Buku ini menggambarkan tidur pertama dimulai sekitar dua jam setelah senja, kemudian terbangun selama satu atau dua jam dan kemudian tidur lagi untuk yang kedua kalinya.

Selama periode bangun di antara dua tidur ini, tubuh cukup aktif. Orang sering bangun, pergi ke toilet atau merokok dan bahkan mengunjungi beberapa tetangga. Namun kebanyakan orang tetap di tempat tidur, membaca, menulis dan seringkali berdoa. Sudah ada banyak buku tentang doa yang tak terhitung jumlahnya dari abad ke-15 berisi tentang doa khusus untuk jam di antara dua tidur ini.

Petunjuk dari dokter di Perancis abad ke-16 menyarankan kepada pasangan suami istri bahwa waktu terbaik untuk hamil bukan setelah bekerja seharian, tetapi setelah bangun dari tidur pertama, yaitu ketika suasana lebih tenang dan dapat berhubungan seks dengan lebih baik.

Gagasan yang mendukung tidur pertama dan kedua ini mulai menghilang selama abad 17-an. Diduga hal ini disebabkan kalangan kelas atas di Eropa Utara menurunkan kebiasaannya tidur selama 8 jam penuh ke seluruh masyarakat Barat. Pada tahun 1920, kebiasaan tidur pertama dan kedua telah sepenuhnya hilang.

"Malam hari pada abad ke-17 berkaitan dengan banyak hal yang tidak baik. Malam adalah waktu yang dihuni oleh orang-orang jahat, pelacur dan pemabuk. Tidak ada gengsi atau nilai sosial yang berkaitan dengan begadang semalaman," kata sejarawan, Craig Koslofsky, penulis buku 'Evening's Empire' seperti dilansir BBC, Jumat (24/2/2012).

Saat ini, kebanyakan orang tampaknya telah beradaptasi untuk tidur selama delapan jam penuh. Tetapi Ekirch percaya bahwa banyaknya gangguan tidur saat ini berasal dari dorongan alami dari tubuh untuk tidur terpotong tiap empat jam sekali. Itulah mengapa banyak orang yang mengaku insomnia kemudian tidak mudah tertidur kembali.

"Banyak orang bangun di malam hari dan kemudian panik. Saya memberitahu mereka bahwa apa yang mereka alami merupakan pola tidur yang terpisah dan hal itu baik bagi mereka. Lebih dari 30% gangguan kesehatan yang terjadi disebabkan dari tidur, baik langsung maupun tak langsung," ujar Russell Foster, profesor jam tubuh neuroscience di Oxford University.

Jacobs menunjukkan bahwa periode antara bangun tidur bisa memainkan peran penting bagi manusia untuk mengatur stres secara alami. Dalam catatan sejarah, ditemukan bahwa banyak orang yang memanfaatkan waktu itu untuk merenungkan mimpinya.

"Saat ini hanya sedikit orang yang melakukan hal ini. Maka bukan hanya kebetulan jika dalam kehidupan modern, jumlah orang yang mengalami kecemasan, stres, depresi, ketergantungan alkohol dan penyalahgunaan narkoba semakin naik," kata Dr Jacobs.

Jadi, jika terbangun di tengah malam, pikirkanlah kebiasaan orang-orang di masa lampau dan bersantai. Karena terbangun di tengah malam bisa jadi baik untuk kesehatan.